Menyikapi hal tersebut, JPKP Sumut meminta Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejatisu agar mengusut tuntas dugaan indikasi penyalahgunaan manfaat dana bos dan penyalahgunaan dan komite di SMA Negeri 12 Medan pungkasnya.
Sebelumnya, ijazah warga kurang mampu yang ditahan pihak sekolah SMA Negeri 12 Medan akibat tak mampu melunasi tunggakan iuran Uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sebanyak Rp. 3.400.000,- (Tiga Juta Empat Ratus Ribu Rupiah).
Setelah menjadi sorotan publik, ijazah Jhuan Ondescar Rajagukguk yang sempat ditahan itu, langsung dan tergesa gesa diantarkan pihak sekolah SMA N 12 Medan, sehingga ijazah tersebut tidak berstempel sekolah dan tidak terdapat sidik jari siswa tersebut.
Hal ini dinilai dari bentuk ketakutan pihak sekolah lantaran menjadi sorotan publik hingga berupaya memaksa orang tua murid untuk menerima ijazah tersebut meski belum distempel dan dibubuhi sidik jari.
“Mereka datang dua kali. Pertama semalam datang diantarkan kerumah, kami bingung karena uang SPP tunggakan itu belum ada, selanjutnya pagi tadi datang lagi, ditinggal begitu saja ijazah ini” ucap Mawarni kepada Lintas10.com.
Tambahnya, pihak sekolah yang datang ada empat orang. Mereka datang hanya mengantarkan ijazah lalu berfoto sebagai bukti tanda sudah diterima.
Setelah mereka pergi kami melihat ijazah tidak distempel dan tidak ada sidik jarinya.
“Sudah satu tahun setengah ijazah ini ditahan. Anak saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Mau kerja pun tak bisa. Setelah lulus kemarin nganggurlah dirumah ” ucap Mawarni.
Mawarni menjelaskan, bahwa terkait uang SPP di Sekolah SMA Negeri 12 memang benar adanya. Ia juga mengatakan bahwa orang tua murid tak pernah dilibatkan untuk rapat soal uang sekolah tersebut yang beralih sebagai uang komite. Sewaktu mendaftar kesekolah hanya diberikan berupa pilihan pembayaran uang sekolah.