Masyarakat Tagih Janji Gubernur Sumut, Pemerintah Wajib Hadir Dalam Seruan Penutupan TPL

Lintas SUMUT18 kali dibaca

Medan, Lintas10.com – ‎Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution belum menunjukkan keseriusannya atas tuntutan maupun aspirasi masyarakat perihal permintaan penutupan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) usai serangkaian aksi damai yang dihadiri ribuan masyarakat pada 10 November 2025 lalu. Dalam hal ini, pengunjuk rasa menagih dan mendesak Bobby Nasution merekomendasikan kepemerintah pusat untuk dilaksanakan penutupan PT. TPL.

‎Satu pekan sudah, setelah aksi unjukrasa berlangsung, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution masih sebatas memberi pernyataan kepada media, namun belum ada tindakan nyata yang berpihak pada masyarakat, akan tetapi malah terkesan berpihak kepada TPL.

‎Hal tersebut disampaikan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Ekologi Sumut saat menggelar konferensi pers di Kantor JPIC Medan Jalan Monginsidi, Medan dengan topik “Selamatkan Ekologi Danau Toba – Menagih Janji Gubernur Sumatera Utara”, Senin (17/11/2025).

‎Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Tutup PT. TPL, Pastor Walden Sitanggang, OFM. Cap mengatakan, hingga saat ini usai aksi 10 November 2025, tepatnya setelah satu pekan belum melihat tindakan yang serius dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, khususnya Gubernur Sumut, Bobby Nasution untuk menanggapi tuntutan masyarakat penutupan PT. Toba Pulp Lestari.

‎Walden mengutarakan bahwa masyarakat sudah datang dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara untuk menyampaikan aspirasinya kepada Gubernur Sumut Bobby Nasution, akan tatapi belum ada tanggapan serius dari pemerintah.

‎”Masyarakat datang dari berbagai daerah, Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Toba, Tapanuli Utara, Samosir, Simalungun, Dairi, Medan dan berbagai elemen mahasiswa, kalangan rohaniawan, pastor, pendeta, suster, Frater, ulama dan yang lainnya belum ditanggapi sampai saat ini,” kata Pastor Walden Sitanggang.

“Kami menagih janji Gubernur Sumut Bapak Bobby Nasution terkait aksi ribuan masyarakat yang meminta TPL ditutup, kemarin. Dalam pernyataannya ke media beberapa hari kemudian, Bapak Gubernur menyampaikan 3 hal. Salah satunya akan mengevaluasi secara menyeluruh izin dan operasional TPL. Jika menyalahi akan merekomendasikan ke pemerintah pusat untuk ditutup. Kemudian mencari solusi dan mengunjungi korban di wilayah-wilayah yang berkonflik dengan TPL, khususnya di Sihaporas,” ujar Pastor Walden Sitanggang.


Didesak Membuat Rekomendasi Tutup TPL ke Pemerintah Pusat


‎Direktur Program KSPPM, Rocky Pasaribu kembali menegaskan tuntutan masyarakat kepada Gubernur Sumatera Utara sangat jelas, bahwa sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat supaya perusahaan PT. Toba Pulp Lestari segera ditutup dan dicabut izin operasionalnya, itu tuntutan masyarakat.

‎”Namun dalam prakteknya, sampai saat ini kita belum mendapatkan pemberitahuan, informasi atau komunikasi apapun dari Gubernur Sumut,” ucap Rocky.

‎Diuraikan Rocky, sangat jelas apa yang menjadi alasan meminta rekomendasi dari Gubernur Sumatera Utara untuk diberikan kepada pemerintah pusat. Kata dia, semua masyarakat sudah tau bahwa tindakan itu bukan suatu tindakan yang emosional yang baru terjadi dalam satu dua tahun terakhir ini.

‎”Ini adalah akumulasi dari kemarahan kita sejak puluhan tahun yang lalu. Dan sudah banyak terjadi peristiwa kekerasan bahkan kita melihat sampai hari ini sekitar 500 orang menjadi korban pelanggaran HAM sejak kehadiran perusahaan (TPL) ini, ada yang meninggal, ada yang terpenjara, dan ada yang luka fisik,” tegas Rocky Pasaribu.

‎Hal itu adalah sesuatu yang cukup mendesak bagi pemerintah pusat, khususnya Gubernur Sumatera Utara agar segera merekomendasikan penutupan TPL. Jika Gubernur sampai dalam bulan ini belum memberikan rekomemdasi, maka Sekber sudah berjanji akan melakukan upaya yang lebih masif untuk mendesak Gubernur Sumatera Utara.

Baca Juga:  Jelang PON XXI 2024, Dirlantas Polda Sumut bersama Forum Lalulintas Angkutan Jalan Sumatera Utara Lakukan Langkah ini

‎”Kami sedang memikirkan apakah aksi lanjutan. Tapi setidaknya Sekber sudah memutuskan bahwa Gubernur Sumut, Bobby Nasution tidak boleh tinggal diam melihat situasi ini,” tukas Rocky Pasaribu tegas.


Alasan Konkrit TPL Wajib Ditutup dan Cabut Izin Operasional


‎Rocky Pasaribu menilai, kedepan jika tidak segera menutup TPL, akan semakin banyak korban masyarakat adat, petani, mahasiswa dan siapapun mengalami hal serupa, kalau perusahaan ini masih diberikan akses beroperasi di wilayah tanah Batak. Alasan lain kenapa masyarakat meminta perusahaan TPL ditutup.

‎Wilayah tanah Batak, kata dia, adalah wilayah yang cukup sempit dan tidak cocok menjadi wilayah konsesi TPL seperti saat ini, karena secara topografi daerahnya berbukit, sehingga rentan mengakibatkan bencana ekologis, dan itu sudah menjadi fakta karena hampir setiap tahun kawasan Danau Toba mengalami bencana ekologis yang cukup parah, tiap tahun mengakibatkan korban meninggal dunia, seperti di Parapat, Samosir dan Simangulappe.

‎Lanjut Rocky, pihaknya telah mencatat, sampai hari ini sudah ada 13 bencana ekologi yang terjadi cukup parah, belum lagi menghitung bencana-bencana yang kerugian hanya menimbulkan secara materil, tapi yang telah dicacat bencana yang menimbulkan korban jiwa.

‎PT. Toba Pulp Lestari, imbuh Rocky, jauh sebelum ada perusahan tersebut, kehidupan petani dengan mengandalkan berbagai jenis tanaman seperti kemenyan dan lainnya cukup mensejahterakan petani. Tapi saat ini kemenyan yang dibangga-banggakan petani terancam punah.

‎”Secara ekonomis sangat merugikan dan banyak dikeluhkan masyarakat petani, ada 23 komunitas petani saat ini mengalami kerugian akibat kehadiran PT. TPL,” ujarnya.

‎Selain itu, ada juga perampasan agraria yang paling nyata dilapangan. PT. TPL selalu menggunakan pendekatan secara hukum, tanpa melihat bahwa masyarakat sudah sejak dulu secara turun temurun ada di dilahan tersebut.


Izin Konsesi PT. TPL Terindikasi Ilegal dan Separoh Nyolong


‎Menurut Rocky, banyak pihak mengindikasikan bahwa PT. TPL berada dalam konsesi yang dianggap ilegal, karena masih dalam tahap penunjukan. Jika mengacu pada Undang-undang No 41 tahun 1999 dinyatakan supaya ‘kawasan hutan bisa ditetapkan minimalnya melalui empat tahapan, yakni; penunjukan, penetapan batasan, pemetaan dan penetapan.

‎”Selalu mengatakan mereka sudah dapat izin, walaupun kalau kita perbincangkan lebih dalam, sebenarnya izin yang mereka dapatkan juga sampai hari ini belum bisa dikatakan legal seratus persen, dan itu sudah terbukti saat putusan pengadilan Sorbatua Siallagan kemarin,” katanya.

‎Kawasan hutan di Sumatera Utara masih tahap penunjukan, itulah sebabnya Sorbatua Siallagan asal Dolok Parmonangan dibebaskan oleh pengadilan tinggi negeri. Jadi sebenarnya pihaknya menyatakan konsesi yang dimiliki TPL adalah Spayol (Separoh Nyolong), tapi dalam rilisnya pada setiap pembicaraan TPL seolah-olah resmi atau legal.

‎”Tuntutan ini tentu akan membawa (jika TPL tutup) kami berkeyakinan kondisi kehidupan baik secara ekonomi, sosial, budaya, dan secara politik jauh akan lebih sejahtera dan bahagia masyarakat Toba sekitar Tapanuli Raya jika perusahaan ini ditutup,” ujarnya.

‎Keyakinan itu berdasarkan akan banyak petani hari ini kehilangan tanah, akan kembali bisa bertani, akan banyak petani yang mengembangkan kemenyan sebagai sumber mata pencaharian, kembali sejahtera, akan kembali lagi pariwisata danau toba seperti era 90 an dikunjungi para wisatawan baik domestik maupun internasional, kembali ke Danau Toba.

Baca Juga:  Dinas PU Kota Medan Dinilai Hambur - hamburkan Anggaran, Anggota DPRD Kota Medan Angkat Bicara


Gubernur Sumut Dinilai Tidak Peduli Atas Aksi Massa yang Dilakukan


‎Ketua AMAN Tano Batak, Jhontoni Tarihoran menyampaikan, setelah satu minggu melakukan aksi damai, sampai hari ini sepertinya Gubernur Sumatera Utara tidak peduli karena tidak ada action yang dilakukan pemerintah provinsi.

‎Padahal menurutnya, yang terlibat pada aksi tersebut tak hanya masyarakat adat dan petani, namun gelombang massa itu audah diwakili oleh mahasiswa, pemuda, tokoh gereja, masyarakat adat, dan akademisi. Diharapkan, Gubernur Sumut segera mengambil tindakan tegas atas aspirasi masyarakat.

‎”Melihat situasi ini kita sangat menunggu sikap Gubernur Sumut supaya lebih cepat dan tepat, karena gelombang massa kemarin meminta Gubernur Bobby segera memberikan rekomendasi pada pemerintah pusat agar PT. TPL ditutup, tetapi dari semua persoalan ini kita tidak melihat ada tindakan tegas yang dilakukan pemerintah,” kata Jhontoni Tarihoran.

‎Bahkan, tadinya dijanjikan akan ada kunjungan Gubernur Sumut ke komunitas-kimunitas masyarakat, juga tidak dilakukan. Sehingga pemerintah seperti tidak mau tau dengan gerakan yang dilakukan masyarakat secara bersama. Padahal aksi itu adalah gerakan bersama diikuti banyak unsur masyarakat.

‎”Ini pertanda kita akan berupaya lagi untuk kemudian mendesak Gubernur segera mengambil sikap. Sementara di wilayah-wilayah adat masyarakat mengalami ancaman bahkan penyiksaan, seperti yang dialami warga Sihaporas, dan juga ancaman kelaparan karena terputus dengan sumber kehidupan mereka seperti kebun, lahan yang sehari-hari tempat mencari nafkah,” ujar Jhontoni.

 

Selama Pemeriksaan Komnas HAM Diminta Bekukan Sementara Lokasi Konflik TPL


‎Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul secara tegas meminta Gubernur Sumut, Bobby Nasution segera mengeluarkan dan rekomendasikan penutupan PT. Toba Pulp Lestari ke pemerintah pusat. Kata dia, saat aksi 10 November 2025, saat itu Gubernur tidak ada, pernyataan dari Sekda akan meninjau lokasi konflik belum juga terlaksana. Kemudian akan bertemu dengan Sekber hingga saat ini tidak terlaksana.

‎Dalam pernyataan Gubernur Sumut sepulang dari Jakarta, kepada awak media, Bobby Nasution mengatakan kalau TPL mengganggu maka akan ditutup. Pernyataan tersebut, kata Lamsiang, sudah terlambat karena tidak mungkin seorang Gubernur tidak mengetahui masalah yang ada di wilayah konflik.

‎”PT. TPL ini tidak terjadi begitu saja, TPL ini sebelumnya Indo rayon, karena banyak konflik dan gangguan akhirnya ditutup. Artinya, gangguan TPL itu sudah diketahui oleh semua, sehingga jadi aneh kalau gubermur tidak tau. Tetapi andainya Gubsu tidak tau secara detail, kami dari Sekber akan menyampaikan gangguan seperti apa agar lebih detail,” lugas Lamsiang.

‎Lebih lanjut, Komnas HAM RI sudah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia di TPL. Pembentukan TPF tersebut, ujar Lamsiang, juga merupakan rekomendasi dari pertemuan Komisi XIII DPR RI atas permasalahan di TPL.

‎”Sudah ada gangguan, sebenarnya dalam hukum, apa yang diketahui oleh umum tidak perlu lagi dibuktikan. Namun demikian, kalau gubernur masih perlu juga bukti nanti kami dari Sekber akan menyampaikan. Kalau sampai minggu ini dia belum ada rekomendasi, minggu depan kami sampaikan semua bukti itu,” kata dia.

‎Lamsiang menjelaskan, bahwa sebenarnya ada empat tahapan dalam tata kelola kehutanan. TPL saat ini hanya memiliki penunjukan dalam konsesinya. Penunjukan, hanya ini yang dipunyai oleh TPL. Yang kedua, penataan batas, jangankan di TPL, di seluruh wilayah republik ini sepanjang yang diketahui tidak ada penataan batas yang mana hutan, mana bukan hutan, mana kawasan masyarakat.

‎”Kemudian ketiga ada pemetaan, mana petanya, harusnya disetiap desa ada peta menerangkan hutan lindung dimana, dan lahan desa dimana. Ini kan tidak ada pemetaan. Silakan lihat disemua desa atau seluruh kabupaten tidak ada pemetaan, sehingga jika masyarakat masuk ke dalam lahan dikriminalisasi,” ujarnya.

‎Selanjutnya, keempat, tahapan penetapan lahan, ini tidak ada dimiliki TPL, bahkan kepala daerah pun tidak tau dimana pemetapan ini. Semua hal terkait konsesi, kata Lamsiang, bisa menjebak masyarakat dan kriminalisasi karena masyarakat tidak tahu menahu mana hutan, mana yang bukan hutan dan mana kawasan masyarakat.

‎”Dalam kasus Sorbatua, masyarakat punya hak, TPL punya hak, berarti disana ada sengketa kepemilikan yang sifatnya perdata, yang harusnya diselesaikan dalam pengadilan perdata, bukan pidana. Saya kita pemerintah jangan menggunakan pendekatan pidana dalam proses ini,” ucapnya.

‎Lebih ironis, sepanjang yang diketahui, konflik lahan antara masyarakat dengan PT. Toba Pulp Lestari, hanya masyarakat yang dijadikan tersangka, ditahan, diadili, dipenjara, dan tidak pernah ada dari pihak TPL diperlakukan sama seperti ke masyarakat.

‎Terkait pemeriksaan Tim Pencari Fakta dari Komnas HAM, Lamsiang meminta, setidaknya membekukan kegiatan PT. TPL untuk sementara, agar proses pemeriksaan tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya. Karena TPL ini diduga menurut pendapat masyarakat juga menghilangkan hak-hak masyarakat, seperti kuburan diobrak abrik, rumah dirusak, dan tanaman dihancurkan.

‎”Jadi selama proses pemeriksaan Komnas HAM, saya meminta kepada Kapolda Sumut, pemeritah dan semua agar selama dalam pemeriksaan oleh Tim Pencari Fakta kegiatan TPL dibekukan dulu supaya berjalan baik. Minimal di wilayah-wilayah konflik Natinggir, Natumingka, Sihaporas, supaya hasil pemeriksaan nanti dapat menghasilkan sebagaimana yang dibutuhkan,” pinta Lamsiang Sitompul seorang lawyer ini.

‎Sementara itu, dalam pernyataannya, Gubernur Bobby menyampaikan tiga solusi. Pertama jika menemukan ada pelanggaran, Pemprov Sumut akan merekomendasikan TPL ditutup. Kedua, akan mengunjungi korban di wilayah-wilayah berkonflik dengan TPL. Ketiga, memastikan keberlangsungan tenaga kerja.

‎”Kami sudah menyiapkan tiga rekomendasi yang akan dikirimkan ke kementerian. Pertama, evaluasi menyeluruh terhadap izin dan operasional PT TPL. Kedua, langkah penyelesaian konflik sosial dan lingkungan yang melibatkan masyarakat sekitar. Ketiga, perlindungan terhadap tenaga kerja agar tidak terdampak secara sosial ekonomi apabila ada kebijakan penghentian operasi,” ujar Bobby pada satu kesempatan.

‎Sebelumnya, ribuan massa menggelar aksi unjukrasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Diponegoro, Kota Medan, Senin (10/11/2025).

Baca Juga:  Polda Sumut Diduga Lakukan Pembohongan Publik Atas Pengungkapan Kejahatan Penimbunan BBM Bersubsidi di Pancur Batu

Massa dari berbagai wilayah di Tapanuli Raya menuntut Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, untuk segera menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dianggap merusak lingkungan di sekitar Kabupaten Toba.

‎Massa juga menuntut agar Gubernur Sumut segera merekomendasikan pencabutan izin PT. Toba Pulp Lestari (TPL) ke pemerintah pusat agar bisa segera ditutup. Konflik TPL dengan masyarakat terus memanas beberapa waktu terakhir dan konflik berujung jatuhnya korban. (BN/*)











Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses