Lintas10.com, Deliserdang – Dampak kerusakan lingkungan hidup atas aktivitas galian C diduga ilegal di bantaran Sungai Ular, Desa Sukamandi Hulu, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) semakin nyata, Kamis (07/03).
Potensi kerusakan yang disebabkan penggalian tanah urug semakin merajalela. Hal ini dapat terlihat secara kasat mata memperlihatkan puluhan dumtruck pengangkut tanah galian hilir mudik membawa tanah urug dari bantaran Sungai ular itu.

Kapolresta Deliserdang Kombes Pol Raphael Sandhy Cahya Priambodo saat ditanyai mengenai aktivitas disana lewat sambungan celular, namun hingga kini tidak menanggapi.
Hal ini pun sangat dikhawatirkan dugaan pelanggaran hukum akan tetap terjadi tanpa adanya pengawasan dari instansi terkait mengenai keberlangsungan lingkungan hidup tetap terjaga.
Tidak hanya itu, truck pengangkut tanah lalulalang membawa material hasil pengorekan menggunakan alat berat dari bantaran Sungai Ular juga menjadi perhatian warga sekitar. Sejumlah warga menuding akibat tonase berlebih membuat jalan yang dilintasi menjadi hancur dan berlobang hingga terjadi polusi udara dan berdampak buruk bagi masyarakat yang melintas.
Sebelumnya informasi dihimpun puluhan warga gabungan dari Desa Sukamandi Hulu dan Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang telah berunjuk rasa ke lokasi galian C di Benteng Sungai Ular Desa Sukamandi Hulu, pada akhir bulan Januari tahun 2024 lalu.
Akan tetapi desakan dari warga itu tidak dihiraukan sama sekali. Nyatanya, aktivitas tambang galian tersebut masih saja beroperasi hingga saat ini.
Aktivitas tambang galian c tersebut juga diduga telah mengesampingkan peraturan perundang undangan tentang tambang galian tipe C.
Padahal, sangsinya sudah sangat tegas diatur, jika tidak memiliki perizinan ditegaskan dalam Pasal 158 UU Minerba menyatakan, “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Bukan saja penambambang pengangkut hasil penambangan diduga ilegal juga melanggar hukum, karena setiap pengangkutan hasil penambangan harus memliki IUP maupun IUPK.
Aktivitas galian C di bantaran sungai ular masih terjadi. Hal ini juga telah mengabaikan peringatan yang telah dibuat disepanjang jalan benteng bantaran sungai ular yang bertuliskan ” Tanah Negara DiLarang Memanfaatkan Tanpa izin Ancaman Pidana, Pasal 167(1)KUHP di hukum 9 bulan penjara, Pasal 389 KUHP di hukum 2 tahun 8 bulan penjara. Namun hal ini tidak membuat pelaku penambangan diduga ilegal itu patuh akan hukum. (Tim).








