Lintas10.com, Medan – Buntut dari penahanan ijazah eks siswa di SMA Negeri 12 Medan Jhuan Ondescar Rajagukguk (19) telah menyita perhatian masyakat luas. Pasalnya penahanan tersebut dinilai satu kebijakan yang keliru.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Utara James Marihot Panggabean pun angkat bicara. Menurutnya terkait ijazah siswa, apapun alasannya tidak boleh ijazah ditahan ketika siswa telah lulus dari sekolah tersebut kata James, Jumat, (17/05/2024).
Kedua kalaupun ada hal – hal lain seperti tunggakan iuran Uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) atau hal lain maka ijazah itu ditahan itu tidak boleh.
Karena ijazah itu mutlak hak daripada siswa tersebut kata dia.
Atas adanya peristiwa penahanan ijazah tersebut di SMA Negeri 12 Medan, James Panggabean juga menghimbau kepada sekolah – sekolah yang ada di Sumatera Utara bahwa apa yang menjadi haknya daripada siswa itu tidak boleh dilakukan penahanan oleh pihak sekolah dan harus diberikan kepada anak murid ujarnya.
Dilain sisi, mengenai pengawasan di Dinas Pendidikan ada dua jalur, yang pertama adanya informasi dari masyarakat bahwa ijazah ini ditahan. Mengapa terjadi demikian? harusnya dilakukan klarifikasi kepada kedua belah pihak baik antara masyarakat maupun pihak sekolah untuk melihat fakta yang terjadi dalam hal penahanan itu.
Namun pada intinya dinas pendidikan itu adalah sebagai induk dari sekolah, ibarat orang tuanya dari sekolah – sekolah maka pengawasan harus rutin dilakukan Disdik Sumut.
” Apalagi ada konflik – konflik yang terjadi harusnya sudah bisa memetakan disaat peristiwa yang sering terjadi disaat saat momentum yang terjadi di sekolah yang menyangkut kepentingan masyarakat” ujarnya.
Lebih jauh dijelaskan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut James Marihot Panggabean bahwa terkait uang SPP/Komite dan keterlibatan pihak orang tua murid.
Timbulnya suatu kebijakan kutipan uang komite dengan besaran tertentu itu kan tidak ada kebijakan sepihak, disana perlu melibatkan pihak orang tua murid pengurus komite maupun pihak sekolah dalam hal mengambil suatu kebijakan harus dilibatkan untuk menentukan besaran biaya. Dalam menentukan besaran biaya itu juga harus melihat efisiensi besarannya, tujuannya, kegiatan itu seperti apa, hingga membebankan biaya kepada peserta didik kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Disdik) Sumut dianggap kecolongan dalam pengawasan dan pembinaan terhadap kebijakan yang diberlakukan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 12 Kota Medan.
Pasalnya terhitung satu setengah tahun lamanya ijazah eks siswa di SMA N12 Medan atas nama Jhuan Ondescar Rajagukguk (19) sempat ditahan akibat tak mampu melunasi iuran Uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Kebijakan penahanan ijazah ini pun sangat merugikan bagi mantan murid SMAN 12 itu, pasalnya setelah dinyatakan lulus pada tahun 2023 silam ia terpaksa menganggur dirumah.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan Sumut sempat dibohongi oleh Kepala Sekolah SMAN 12 Medan Theresia Sinaga. Hal ini diketahui dari penuturan Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMA Disdiksu Basir Hasibuan
Peristiwa penahanan ijazah tersebut dikatakan oleh Basir sudah diperintahkan kepada Kepala Sekolah SMA N 12 untuk menyerahkan ijazah siswa yang ditahan tersebut dan disidik jari dirumah saja tulis Basir Hasibuan saat dikonfirmasi Lintas10.com,
” Saya baru mendarat dari jakarta langsung saya telpon. Saya sudah perintah diantar saja ijazahnya biar cap jari di rumah aja ” kata Basir Hasibuan.
Tidak hanya itu, laporan Theresia Sinaga selaku Kepala Sekolah di SMAN 12 Medan juga menyampaikan kepada Dinas Pendidikan Sumut bahwa Jhuan Ondescar Rajagukguk tidak ada dipungut uang sekolah dan orang tua tak pernah datang mengambil ijazah ujar Basir Hasibuan menyampaikan laporan Theresia Sinaga.
” Info kepsek, anak tersebut gak bayar SPP di gratiskan. Orang tua menurut kepsek gak dan anak gak pernah datang ke sekolah mengambil ijazah. Makanya heran kepsek ” tulis Basir menjawab wartawan.
Namun ironisnya, seluruh pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Sekolah SMAN12 Medan tersebut bertentangan dengan keterangan warga, bahwa ijazah diantarkan pihak sekolah tanpa cap stempel sekolah hingga membuat warga tersebut kecewa dan meluapkan kekesalannya.
Mawarni orang tua dari eks siswa SMAN12 Medan tersebut mengatakan bahwa ijazah diantarkan pihak sekolah tanpa stempel dan belum dilakukan sidik jari.
“Mereka datang dua kali. Pertama semalam datang diantarkan kerumah, kami bingung karena uang SPP tunggakan itu belum ada, selanjutnya pagi tadi datang lagi, ditinggal begitu saja ijazah ini” ucap Mawarni kepada Lintas10.com.
Lebih jauh orang tua murid eks SMAN12 Medan itu juga membantah laporan Kepsek tersebut yang menyatakan bahwa Jhuan Ondescar Rajagukguk tidak dibebankan uang sekolah.
Mawarni bahkan membeberkan fakta lain bahwa terkait uang SPP di Sekolah SMA Negeri 12 memang benar adanya. Ia juga mengatakan bahwa orang tua murid tak pernah dilibatkan untuk rapat soal uang sekolah tersebut yang beralih sebagai uang komite. Sewaktu mendaftar kesekolah hanya diberikan berupa pilihan pembayaran uang sekolah.
“Sewaktu masuk sekolah orang tua tidak ada rapat. Datang mendaftar langsung diberikan tabel harga uang sekolah, mulai dari harga 300 ribu per bulan, 200 ribu perbulan dan paling murah 160 ribu rupiah per bulan. Saat itu kami bayarkan 800 ribu rupiah bersama uang baju seragam ” katanya menjelaskan.
Mawarni juga menepis, jika pihaknya tidak mendatangi sekolah untuk mengambil ijazah. Namun anaknya disuruh pulang saat datang mau sidik jari lantaran tidak membawa uang pembayaran SPP.
” Anak saya datangnya saat itu mau sidik jari. Tapi oleh guru tidak boleh karena belum melunasi SPP” kata dia.
Anehnya, Basir Hasibuan selaku Kepala Bidang dalam pengawasan percaya begitu saja dengan laporan Kepsek tersebut tanpa melakukan “chek dan richek” atas kebenaran laporannya itu.
Belakangan, Basir Hasibuan malah mengaminkan pernyataan Kepsek Theresia Sinaga dalam konfrensi pers yang digelar di ikuti oleh sejumlah media.
Basir Hasibuan mengirimkan berupa sejumlah link pemberitaan bentuk klarifikasi dari pihak sekolah SMAN 12 Medan.
Amatan wartawan dalam pemberitaan bentuk klarifikasi tersebut dinilai keliru dan dianggap menciderai hak dari warga yang merupakan korban dalam peristiwa penahanan ijazah tersebut. Pasalnya, tak ada satu kalimat pun dari warga yang dimuat sebagai perimbangan dalam pemberitaan klarifikasi tersebut.
Sementara itu, Kepsek SMAN12 Medan Theresia Sinaga saat dikonfirmasi wartawan dari tanggal 08 Mei hingga 15 Mei, baik secara langsung mendatangi sekolah maupun lewat pesan whatshap belum memberikan tanggapan resmi. (Ly).