MEDAN, Lintas10.com – Konflik sosial yang sudah berlangsung lama antara PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dengan masyarakat Lamtoras dan Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara terus bergulir.
Dalam konflik yang berlarut-larut ini, pemerintah diharapkan untuk hadir melindungi, menghormati, dan menghargai hak asasi manusia (HAM). Sehingga pemerintah tidak sepantasnya melakukan pembiaran dan pengabaian penderitaan masyarakat kecil di tengah eksploitasi alam yang hanya menguntungkan pemodal PT. Toba Pulp Lestari.
Tokoh agama selama ini vokal serta berani menyuarakan kodisi kerusakan lingkungan hidup yang rusak parah, dan penderitaan masyarakat akibat kehadiran PT. TPL, kini tetap konsisten dalam koridor berjuang. Ephorus HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST. tanpa pamrih mengajak seluruh elemen masyarakat untuk peduli dari dampak negatif yang ditimbulkan atas eksplorasi alam yang berlebihan.
Pdt Victor mengatakan, PT. Toba Pulp Lestari telah mengklaim sepihak sebagai wilayah konsesi mereka. Dalam peristiwa Sihaporas, kata dia, ratusan orang (yang diduga preman) dan Sekurity perusahaan dikerahkan menghadapi warga yang mempertahankan tanah kehidupan mereka.
Aksi tersebut, imbuhnya, tidak berhenti pada kekerasan fisik, bahkan merusak akses jalan menuju ladang dengan menggali tanah hingga membentuk kubangan sedalam sekitar tujuh meter. Akibatnya, masyarakat kehilangan jalur menuju sumber penghidupan mereka sendiri.
Tindakan ini, tukas Ephorus, bukan hanya melukai tanah, tetapi juga mencederai martabat manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.
Diketahui, konflik Sihaporas berawal sejak 2018, dimana PT. TPL mulai menebang hutan alam di Sihaporas, wilayah yang diklaim secara sepihak sebagai konsesi. Saat itu, masyarakat Sihaporas, Keturunan Ompu Mamontang Laut yang sudah hidup turun-temurun di wilayah itu telah menentang penebangan tersebut.
Menanggapi itu, Komisi XIII DPR RI meminta PT. TPL memperbaiki jalan tersebut. Direktur PT. TPL, Jandres
Silalahi berjanji di hadapan wakil rakyat untuk segera memperbaikinya. Namun ironi, janji itu hingga kini tak kunjung ditepati.
Lebih lanjut, Pdr Victor menyebut sebagai wujud kepedulian dan solidaritas iman, “Sekretariat Bersama (Sekber) untuk Keadilan Ekologi di Sumatera Utara” (Ephorus HKBP salah seorang Pembina) bersama masyarakat Sihaporas mengadakan aksi gotong royong pada 18 Oktober 2025.
”Kami memperbaiki lubang besar di jalan yang telah dirusak. Aksi ini dihadiri lebih dari 200 orang, masyarakat adat, para Pendeta dari HKBP dan HKI, Frater, Suster, Pastor Katolik, mahasiswa dan dosen dari STT HKBP Pematangsiantar, STT Abdi Sabda Medan dan IAKN Tarutung, organisasi masyarakat sipil seperti AMAN Tano Batak, KSPPM, dan Bakumsu,” pungkasnya.
Namun, pada malam hari setelah dilakukan perbaikan, PT. TPL malah merusak kembali jalan tersebut. Tindakan tersebut bukan sekedar pelanggaran etika korporasi, tetapi penghinaan terhadap upaya kemanusiaan dan iman yang tulus.
”Dalam terang iman Kristen, tindakan demikian mencerminkan keserakahan yang menolak kasih dan keadilan Allah. Kami menegaskan bahwa bumi adalah milik Tuhan, bukan milik kekuasaan atau korporasi,” ucap Ephorus HKBP.
Sementara, sebelum PT. TPL beroperasi 1980-an, bahkan sebelum Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, masyarakat sudah hidup turun-temurun di wilayah-wilayah yang kini diklaim sebagai konsesi PT TPL. Oleh karena itu, tanah yang dirusak adalah tubuh ciptaan yang seharusnya dijaga; dan masyarakat yang tertindas adalah wajah Kristus yang tersakiti.
”Kami menyerukan kepada pemerintah, gereja-gereja, seluruh masyarakat beriman untuk tidak tinggal diam. Keadilan harus ditegakkan, janji harus ditepati, dan kehidupan harus dikembalikan ke tangan rakyat yang hidup dari bumi,” serunya.
Ungkap Ephorus, Sihaporas hanyalah salah satu kasus yang sedang mendapat sorotan publik, di tengah banyaknya kasus serupa yang terjadi di Simalungun, Toba, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan lainnya, dimana PT. TPL memperoleh konsesi 167.912 hektar.
“Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir,” tutupnya.
Sebelumnya, pada tanggal 3 Oktober 2025, Komisi XIII DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), RDP menyoroti dugaan pelanggaran HAM oleh PT. TPL terhadap masyarakat Lamtoras, Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut).
Sejumlah elemen masyarakat turut diundang saat itu, ia selaku Ephorus HKBP menghadiri RDP. Kasus tersebut bermula atas tindakan PT. Toba Pulp Lestari pada tanggal 22 September 2025 melakukan penanaman paksa dilahan pertanian masyarakat. (*/Red)