Sekolah Di Seruyan Masih Jual LKS

Lintas Kab.Kapuas617 kali dibaca

Lintas10.com, SERUYAN – Meski sudah dilarang, ada saja sekolah dengan melalui gurunya, di wilayah Kecamatan Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan yang masih pada saja menjual Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswanya.

Adapun Larangan penjualan buku paket/LKS (Lembaran Kerja Siswa) oleh Sekolah (Guru) kepada Siswanya tersebut itu dimana dengan yang didasarkan diantaranya adalah pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Dua aturan itu, terangnya, menegaskan kewajiban bagi setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun untuk mengikuti pendidikan.

Dengan dua payung aturan itu, Menteri Pendidikan Nasional (pada saat itu) telah menerbitkan Peraturan Mendiknas No 2/2008 tentang Buku.

Pasal 11 Peraturan Mendiknas No 2/2008 melarang sekolah bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik. Sekolah jangan coba-coba mencari celah.

Pasal 181, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010, yang menerangkan bahwa, penyelenggara dan tenaga pendidik, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, perlengkapan pelajaran, bahan pelajaran, serta pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan.

Peraturan tersebut juga tercatat, dalam Permendikbud Nomor 8 tahun 2016, tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan.

Dan dimana juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) sudah jelas dengan menegaskan, praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerja sama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya merupakan pungutan liar. Pasalnya, jual beli LKS telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 ayat 1.

Dalam permen tersebut ditegaskan Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Baca Juga:  Briptu Irwanda Berikan Sosialisasi Kamtibmas Kepada Mahasiswa Unpar

bila dugaan praktik jual beli LKS ini terbukti benar berarti telah menyalahi Permendikbud RI Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan Kepada Gubernur dalam Penyelenggaraan Dekonsentrasi, serta Permendikbud RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Juknis Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mandikbud) Muhajir Effendy, belum lama ini yang dilansir dari media detikNews, Rabu 18 Juli 2018, dimana mengimbau agar guru-guru di sekolah tidak memberikan PR kepada siswa dari ‘menu cepat saji’ alias hanya dari lembar kerja siswa (LKS). Jika hendak memberikan PR, semestinya guru meramu kontennya lewat materi pelajaran yang telah disampaikan.

“Yang saya minta tidak dilakukan adalah kalau guru memberi tugas PR bukan menu pelajaran buatannya sendiri tetapi diambilkan dari menu “cepat saji” dari LKS yang dia beli. Apalagi kalau pengadaannya juga ada permainan antara guru atau sekolah dengan penjual LKS,” kata Muhadjir. 

Dengan berdasarkan Jenis jenis pungutan liar (Pungli) di Sekolah sesuai dengan Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012, dan juga yang dilaporkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar, yang dibentuk berdasarkan Perpres RI Nomor 87 Tahun 2016, dengan beranggotakan dari Polri, Kejagung, Kemendagri, Kemenkumham, PPATK, Ombudsman, Bin, dan POM TNI, adalah ada 48 Jenis, yakni diantaranya adalah pada LKS dengan poin nomor 17 (Uang LKS dan Buku Paket). Dan juga sesuai

Dari Informasi yang dihimpun, Jumat (27/7/2018), dimana tidak semua sekolah mematuhi larangan tersebut. Terbukti dengan sejumlah keluhan dari wali murid  tentang praktek jual beli LKS di Sekolah Dasar Negeri oleh oknum para gurunya tersebut.

Baca Juga:  Menuju Adaptasi Kebiasaan Baru, Satpolair Polres Kapuas Berikan Sosialisasi Kepada Masyarakat

Dari keluhan sejumlah wali murid tersebut, anak- anak mereka disuruh membeli berbagai macam LKS oleh pihak sekolah melalui para guru gurunya tergantung bidangnya masing masing dengan harga LKS sebesar Rp. 15.000 perbuku, jadi kalau jumlah yang disesuaikan dengan mata pelajarannya adalah sebanyak  11 mata pelajaran, jadi untuk satu orang siswa harus mengeluarkan uang mencapai ratusan ribu rupiah atau sejumlah Rp 165.000 untuk sebelas buku. LKS tersebut Siswa disuruh beli dan dijual oleh masing masing gurunya, tergantung bidang materinya, tapi yang paling banyak adalah guru wali kelasnya. Bahkan sebenarnya wali murid pada dasarnya takut untuk mengungkapkannya hal tersebut, lantaran takut kalau pada anaknya jadi di intimidasi, sebab mengatakan hal ini.

Menurutnya, sekolah yang menjual buku LKS adalah, Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan, Kalumantan Tengah.

Trik pengelola sekolah memuluskan penjualan LKS itu, diantaranya dengan diberikan hutangan terlebih dahulu kepada murid. Bahkan LKS sepertinya sebagai bahan buku acuan dasar materi pendidikan di sekolah yang digunakan.

Adapun LKS yang dijual di Sekolah oleh oknum para guru tersebut, dengan tertera dihalaman depannya yang bertuliskan ‘Terintegritasi Pendidikan Karakter dan Antikorupsi, Sesuau standar isi 2006, dicetak oleh Putra Nugraha, Surakarta.

Dengan hal tersebut, Seharusnya Pemerintah daerah Kabupaten Seruyan, dalam hal ini Dinas Pendidikan, turun tangan mengatasi permasalahan itu. Dinas Pendidikan diminta tidak hanya percaya laporan dari pihak sekolah saja.

Dan Kepala Dinas terkait harus bisa bertanggung jawab atas kelalaian dan kurangnya pengawasan pada sekolah sekolah yang ada di Kabupaten Seruyan. Dalam hal ini Kepala Dinas harusnya memberikan sanksi tegas, jika perlu Kepala Sekolah dan guru tersebut diberhentikan, karena mengabaikan dari Peraturan Pemerintah, dan aturan terkait lainnya. (Fathul Ridhoni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses