Lintas10.com (Seruyan/Kalteng) – Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Seruyan dan Pengusaha, maupun instansi lainnya diminta untuk berhati-hati. Karena masih banyak dan ada oknum yang menamakan wartawan meminta bantuan dengan cara memaksa. Sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Seruyan, dan Pengusaha kian dibuat resah oleh kehadiran wartawan gadungan (WARGAN) tersebut.
Kebanyakan dari “Wargan”tersebut, telah melenceng kinerjanya dari pekerja jurnalistik yang sebenarnya. Tak jarang pula di antara mereka meminta bantuan dengan cara memaksa.
Sekedar diketahui, sekilas, kehadiran “Wargan” tersebut sangat meyakinkan, karena beragam peralatan seperti seragam, kartu pers, pena, kamera, handycam, serta koran yang terselip di saku celana, atau didalam tasnya, mewakili penampilannya sebagai wartawan.Mereka sengaja berpenampilan seperti itu, agar kesan sebagai pekerja pers benar-benar terlihat oleh masyarakat.
Dalam menjalankan aksinya, “Wargan” tidak memilih tempat. Di mana saja asal ada ‘lahan subur’. Hal tersebut dipicu kelemahan masyarakat yang selama ini tidak bisa membedakan mana wartawan asli dan wartawan gadungan. Orang berpendidikan pun sering menjadi korbannya.
Terkait hal itu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap oknum yang mengaku sebagai wartawan. Pasalnya, sepak terjang mereka berimbas pada wartawan lainnya yang benar-benar menjalankan profesi jurnalistik secara profesional.
Ciri-ciri Wartawan Gadungan :
Wartawan gadungan sering berkeliaran bermodalkan ID card abal-abal, serta menjual nama media tertentu. Melontarkan beragam pertanyaan kepada sumber berita seolah sedang melakukan wawancara. Namun informasi yang sudah dirangkum tidak pernah terlihat wujud beritanya.
Dalam menjalankan aksinya, wartawan gadungan tidak memiliki etika. Asal nyeplos bahkan sering mengancam akan mempublikasikan persoalan yang diketahuinya. Namun, aksi tersebut hanya sebuah lakonan guna menekan mental sumber berita. Ujung-ujungnya meminta uang, seperti debt collector (penagih utang).
Diperparah dengan sikap tidak tahu malu. Dengan percaya diri, mereka mengaku sebagai wartawan meski tidak memiliki media. Hanya bermodalkan nekad, mereka menemui pejabat dan pengusaha yang dianggap bisa ‘diolah’.
Pada umumnya mereka tidak tahu menulis berita (reportase). Untuk menghilangkan kesan tersebut, wartawan gadungan biasanya lebih menonjolkan sikap sok tahu dari pada pengetahuan sebenarnya, bahkan kadang kadang dengan kondisi mabuk.
Antisipasi :
Untuk mengetahui wartawan gadungan atau bukan, masyarakat diimbau agar meminta kartu identitas dan kartu pers yang masih berlaku jika berhadapan dengan seseorang yang mengaku sebagai wartawan.
Namun masyarakat jangan mudah menilai seseorang adalah wartawan, hanya karena memiliki kartu pers. Sebab kartu pers bisa dibeli atau dicetak sendiri untuk tujuan-tujuan tertentu, untuk itu, mintalah koran, tabloid atau majalah (bagi yang mengaku wartawan media cetak). Lalu lihat nama serta karya jurnalistiknya di media tersebut. Hal itu perlu dilakukan guna mengetahui apakah wartawan dimaksud benar-benar pekerja pers atau wartawan gadungan.
Kemudian hubungi nomor telepon redaksi yang ada di kartu pers, atau surat penugasan, untuk menanyakan kepada pimpinan atau sekretaris redaksi, apakah yang bersangkutan memang wartawan media tersebut atau bukan. Atau bisa dilihat pada websitenya. (Fathul Ridhoni)