Siak, lintas10.com– Kelompok Pecahan 117 Kepala Keluarga menagih janji PT.Kimia Tirta Utama untuk menepati janjinya berupa pembangunan kebun kelapa Sawit sesuai perjanjian yang dibuat pada tahun 2001.
Besar harapan masyarakat asli Melayu kampung Pangkalan Pisang tersebut dapat terwujud, karena lahan itu akan menjadi penunjang masa depan anak cucu mereka.
Itan menceritakan bahwa lahan tempat keluarga besarnya membuka ladang (kebun) jaman dahulu tahun 1980 an saat ini sudah menjadi kebun kelapa sawit perusahaan PT.Kimia Tirta Utama.
“Jaman dulu kami berladang di Kampung Pangkalan Pisang yang saat ini sudah jadi kebun kelapa sawit perusahaan,” ujar Itan yang sekarang sudah berdomisili di Kampung Empang Pandan.
Sempat terjadi konflik antara perusahaan dengan warga asli lalu di lakukan lah musyawarah dan sempat beberapa kali dilakukan pertemuan,terjadilah kesepakatan perusahaan memberikan ganti rugi sebesar Rp 20 juta kepada kelompok 117 Kepala Keluarga ditahun 2001.
“Kami pun menyetujui uang ganti rugi Rp 20 Juta per Kepala Keluarga dengan adanya perjanjian Perusahaan bersedia membangun kebun kelapa sawit kepada pecahan KK seluas 2 Hektar, surat itu dibuat 2001,” kata Itan.
Dari tahun Ketahun perjanjian yang telah di buat tak ditepati oleh Perusahaan, dan sempat beberapa kali melayangkan surat melalui Kepala Desa namun tak ada respon.
“Ini tuntutan kami sudah ke Sekian kalinya , sudah beberapa kali sebelumnya di layangkan surat oleh pengurus namun tak ada respon,” katanya.
M. Nizar selaku ketua Pecahan 117 Kepala Keluarga juga menyampaikan hal senada terkait lokasi tanah kelahiran warga Asli Melayu di Kampung Pangkalan Pisang.
“Rasanya memang tak adil luas kebun kelapa sawit milik perusahaan berada di Kampung Pangkalan Pisang akan tetapi justru warga asli tak mendapatkannya,” kata Pria yang akrab disapa Katung ini.
Perjuangan hidup di masa itu kata Katung sesuai cerita Itan memang tidak dapat di lupakan.
“Jaman itu hidup cukup susah untuk memenuhi kehidupan dengan cara berladang dengan mengandalkan seadanya hanya bermodalkan jalan kaki karena masa itu tak ada kendaraan,” katanya sambil mata berkaca-kaca.
Bila ada yang mengungkapkan kenapa baru sekarang di tuntut lanjut Katung sudah kesekian kalinya dilakukan upaya dan akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
“Alhamdulilah kemarin ada respon dari Pemerintah Daerah Siak untuk memfasilitasi, tentunya kami merasa senang, namun harapan dari warga segera terealisasi kebun kelapa sawit yang dijanjikan,” kata Katung.
Nusarudin juga mengatakan hal yang sama, menurutnya sudah puluhan tahun perusahaan memberikan harapan tetapi kenyatannya PHP (pemberian harapan palsu) yang dirasakan warga.
“Kehadiran perusahaan di Kampung kami ini besar harapan memberikan dampak bagi perekonomian terutama warga asli,” kata sekretaris Pecahan 117 KK ini.
Serta 80 hektar lahan warga masih di kuasai perusahaan belum ada ganti rugi.
“Itupun harus di berikan kepastian untuk dikembalikan ke warga, itulah keinginan kami,” sebutnya mengakhiri.
Hingga berita ini tayang belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Daerah Siak terhadap konflik tersebut. Begitu juga dari Perusahaan PT.Kimia Tirta Utama. (Sht)