PANGKALAN BUN, lintas10.com- Pengadilan Negeri Pangkalan Bun menggelar sidang perkara perdata gugatan warga terhadap pihak Universitas Antakusuma Pangkalan Bun. Agenda sidang kali ini dengan pemeriksaan setempat (PS) dengan objek sengketa tanah di Kampus Universitas Antakusuma Pangkalan Bun, jalan Iskandar, Kelurahan Madurejo, Kecamatan Arut Selatan, Jumat, 28 Agustus 2020.
Sidang pemeriksaan setempat dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Heru Karyono, anggota 1 Iqbal Albana dan anggota 2 Mantiko SM.
“Sidang pemeriksaan setempat untuk mengetahui dengan jelas dan pasti tentang objek sengketa dari luas, letak, batas serta kualitas objek, selanjutnya untuk kesimpulan akan disampaikan dua minggu lagi,” ujar Majelis Hakim Iqbal Albana.
Selanjutnya dalam hal ini pihak penggugat diwakilkan kepada kuasa hukum yang di ketuai langsung oleh advokat Wanto A Salan K. SH.MH, anggota Winda Ayu Permatasari.SH.MH, dan Muhammad Hasani.SH.
Disampaikan bahwa penggugat atau klienya memiliki SHM nomor 354 yang letak tanahnya berada di dalam objek bangunan Universitas Antakusuma. Sehingga status tanah yang di bangun oleh universitas antakusma adalah hak milik dari pada penggugat.
“Saat ini klien kami belum pernah menerima gantri rugi dari Universitas Antakusuma atau pemerintah daerah, atas penggunaan tanah tersebut,” ujar Muhammad Hasani usai sidang PS di halaman Universitas Antakusuma Pangkalan Bun.
Ditambahkan oleh Wanto A Salan K, bahwa setelah dilakukan sidang pemeriksaan setempat, diketahui adanya perbedaan ukuran antara SHM dengan Sertifikat Hak Pakai.
“Setelah dilakukan sidang pemeriksaan setempat, ternyata ada perbedaan ukuran luas lahan antara SHM klien kami dengan Sertifikat Hak Pakai yang dikeluarkan oleh BPN yang mana ukuran sertifikat hak pakai berbeda dengan surat keterangan tanah yang di keluarkan oleh BPN yang mana ukuran panjang 150 meter dan lebar 156 meter namun di dalam sertifikat hak pakai berbeda ukuran lagi tidak sesuai dengan surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh BPN pada tanggal 21 nopember 1992 , sehingga dalam hal ini menimbulkan kecurigaan proses penerbitan sertifikat hak pakai tidak sesuai dengan perundang – undangan serta di dalam ketererangan saksi tergugat menyatakan bahwa sertifikat milik penggugat tidak termasuk dalam pembebasan lahan dan di dalam warkah sertifikat hak pakai ,” ungkapnya.
Lanjutnya, dalam hal ini yang menjadi pihak tergugat I Ketua Yayasan Kotawaringin, tergugat II rektor Universitas Antakusuma, tergugat III Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat, tergugat IV Tim Sembilan yang diketuai Badan Pertanahan Nasional, tergugat V Kelurahan Madurejo, tergugat VI Camat Arut Selatan, tergugat VII Badan Pertanahan Nasional Kotawaringin Barat.
Sedangkan dari pihak tergugat yang diwakilkan penasehat hukumnya Sukarlan Fachrie Doemas, SH mengatakan, sebetulnya objek sengketa tanah di Kampus Universitas Antakusuma ini telah dibebaskan dan telah dilakukan ganti rugi.
“Realnya tanah ini sudah dibebaskan dan diganti rugi, serta diterbitkan sertifikat hak pakai untuk yayasan. Jadi yang jual tanah ini adalah orang tua dari penggugat dan ganti ruginya juga yang menerima orang tuannya, bukan anaknya,” ujarnya.
Terkait sertifikat hak milik berada di tangan penggugat, diakuinya ada kelalaian. Dimana pada saat pembebasan sertifikat masih tergadai di Bank. Seharusnya setelah dibayar sertifikat ditarik namun hal tersebut dilakukan.
“Namun demikian kenapa tidak dari awal menggugat, sudah 23 tahun baru digugat dan seolah – olah itu tanah mereka,” pungkasnya.(AD)