Disambung Rudi, pihaknya hingga kini tidak pernah melakukan penangkapan ataupun pengamanan perambah. Tetapi hanya memiliki kemampuan melakukan penyadaran dan pengusiran sekaligus meminta agar barang bukti ditinggalkan.
Ditambahkan Robin P Nasution. Setelah dilakukan pengecekan, mereka mendapati tiga tumpukan batng mangrove siap angkut ditiga lokasi yang tidak berjauhan.
Untuk mempermudah perambah mengakut hasil rambahan, biasanya dibuat kayu gambangan untuk melangsir kayunya ke pinggir perairan. “Ada empat gambangan, namun satunya sudah tidak ada kayunya,” ujar Robin.
Hingga saat ini, dipinggiran pantai Alam Lestari dan bahagian dalam hutan mangrove, terlihat ratusan tunghul pohon mangrove yang batangnya telah ditebangi.
Dijelaskannya, warga setempat mengaku jenuh melakukan pelarangan dan pengawasan keberadaan hutan mangrove yang berfungsi menahan abrasi atau benteng air asin agar tidak masuk kelahan pertanian warga.
“Banyak fungsi mangrove, diantaranya menahan badai, pembentuk daratan dan lainnya. Jika perambahan yang telah berlangsung lama dibiarkan, kita khawatir akan berdampak negatif terhadap masyarakat,” ujar Robin.
Ditanya apa sebab bebasnya pelaku melakukan perambahan kayu hutan mangrove, pihaknya mensinyalir akibat lemahnya Dinas Kehutanan melakukan pengawasan dan lemahnya patroli dilingkungan perairan.
Dari amatan dilokasi dan jika melihat sisa tunggul yang ada, diperkirakan mangrove yang dirambah rata-rata berusia lima tahunan. “Iya, diameter kayunya diantara 5-10 centimeter. Info didapat harga jual ilegalnya diantara Rp10.000-Rp35.000 perbatang;” sambung Robin.
Akibat kondisi kekinian tersebut, pihaknya tengah menyelesaikan laporan tertulis dengan melampirkan foto dan video lokasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dinas terkait serta berkoordinasi.