MEDAN, LINTAS10.COM – Praktisi Hukum Sumatera Utara Daniel Simbolon SH menanggapi tentang beredarnya berita pihak Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan yang memulangkan pasien peserta BPJS mengalami stroke permanen. Menurutnya, jika kondisi pasien belum membaik dan belum ada perubahan si pasien lantas dipulangkan itu sangatlah miris dan memprihatinkan.
Daniel Simbolon SH mengutarakan, bahwa kerab mendapat kabar serupa mengenai pelayanan rumah sakit yang kurang memuaskan bagi masyarakat terlebih bagi pasien-pasien peserta BPJS.
” Saya melihat fenomena ini sungguh tidak manusiawi dikarenakan pasien tersebut seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dan mempunyai hak yang sama dengan pasien-pasien yang lain. Mengingat pasien juga kondisinya masih dalam keadaan lemah ” ujar Daniel, Selasa (11/11/2i76hy025).
Tambah Daniel, bahwa tidak ada peraturan dan aturan hukum manapun terkait tentang estimasi waktu yang mengharuskan pasien tersebut dipulangkan dari rawat inap dirumah sakit dalam keadaan si pasien belum pulih atau ada perkembangan yang membaik dari penyakit yang dialaminya. Apalagi, jenis penyakit pasien tersebut tergolong berat seperti stroke permanen yang dialami oleh pasien tersebut.
Menurut Daniel, penyebab peristiwa ini sering terjadi dan dialami warga peserta layanan BPJS Kesehatan dikarenakan kurang adanya pengawasan dari pihak BPJS tersebut dan pengawasan dari pihak Dinas Kesehatan terkait.
Pihak BPJS harus bertanggung jawab penuh ketika ada pasien beserta BPJS ada yang bermasalah ataupun keluhan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit dimana pasien tersebut dirawat.
” Pihak – pihak terkait, harus cepat menanggapi dan meresponnya, bukan diam dan buang badan. Begitu juga dengan pihak Dinas Kesehatan” tuturnya.
Menurut Daniel, semua pasien mempunyai hak yang sama, terutama pasien peserta BPJS yang telah memberikan kewajibannya dengan ikut serta sebagai peserta BPJS dan terdaftar resmi sebagai peserta BPJS.
“Jadi tidak ada alasan bagi pihak BPJS untuk menutup mata ataupun tidak menanggapi keluhan seperti yang dialami pasien di pemberitaan sekarang ini” kata dia.
Daniel Simbolon SH juva turut menyoroti tentang pelayanan dan sikap pihak Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan terhadap pasien tersebut, karena itu sudah masuk perbuatan melawan hukum. Dimana Pihak Rumah Sakit tersebut diduga telah mengesampingkan Hak Azasi Manusia (HAM) dan tidak menjalankan peraturan yang ada dan melakukan tindakan-tindakan yang sangat merugikan si pasien sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang keduanya menekankan kewajiban Rumah Sakit memberikan perlindungan dan pelayanan yang layak.
Pasien juga dilindungi oleh Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen karena dianggap sebagai Konsumen Jasa Kesehatan.
Selain, itu ada Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2018 yang mengatur secara spesifik kewajiban Rumah Sakit dan Pasien.
Jadi Pihak Rumah Sakit jangan main-main akan hal ini, karena semua itu ada sanksi hukum dan peraturan yang mengikat yang telah diatur oleh Undang-Undang itu sendiri.
Karena jika pihak Rumah Sakit tidak mengindahkan atau menjalankan Undang-Undang tersebut maka Pihak Rumah Sakit tersebut sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Jadi apa yang telah dialami oleh pasien seperti yang ada dalam pemberitaan tersebut jangan sampai dialami oleh masyarakat ataupun pasien-pasien lainnya. Begitu juga pihak BPJS dan Dinas Kesehatan haruslah tanggap dan cepat ketika ada informasi atau keluhan dari masyarakat ataupun pasien yang mengalami peristiwa terkait pelayanan yang buruk dari Pihak Rumah Sakit, harus segera turun langsung dan lebih ekstra lagi melakukan pengawasan bukan diam ataupun tidak mau tau tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, pihak Rumah Sakit Bunda Thamrin dr. Hely dinomor kontak 0853 7202 XXXX akan tetapi dr. Hely belum memberikan tanggapan resmi. Dihubungi kembali bagian marketing Rumah Sakit Bunda Thamrin Ivo Simorangkir, akan tetapi Ivo menegaskan bahwa pihaknya melalui bagian Wadir Medik telah memberikan klarifikasi kepada wartawan agar wartawan menghubungi wartawan tersebut katanya.
” Selamat malam pak
Tadi team managemen kami sudah konfirmasi. Tadi langsung di jawab oleh wadir medik kami. Silahkan menghubungi media terkait, terimakash” tulisnya.
Sebelumnya, Seorang warga Kota Medan, Untung Parlindungan Simbolon, menyampaikan kekecewaannya terhadap pelayanan yang diterima istrinya saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan.
Dalam surat terbuka yang ditujukannya kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Menteri Kesehatan RI, dan pihak BPJS Kesehatan, Untung menilai pelayanan yang diterima oleh isterinya tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dan keadilan selaku peserta BPJS Kesehatan, Senin (10/11/2025).
Untung menjelaskan bahwa istrinya, yang menderita stroke permanen, telah dirawat inap selama 11 hari di rumah sakit tersebut. Namun, pihak rumah sakit meminta agar pasien dibawa pulang karena dinilai sudah layak keluar dari perawatan, meskipun kondisi fisiknya masih sangat lemah.
“Kondisi istri saya masih memprihatinkan. Makan dan minum pun masih melalui selang di hidung. Saya sudah memohon tambahan satu hari rawat inap, tapi rumah sakit menolak dan tetap menyuruh kami pulang hari itu juga,” tutur Untung dengan nada kecewa.
Menurutnya, keputusan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi medis pasien dan justru menimbulkan kesan bahwa peserta BPJS Kesehatan tidak mendapat perlakuan yang setara dengan pasien umum. Ia pun mempertanyakan apakah kebijakan rumah sakit tersebut dipengaruhi oleh status kepesertaan BPJS.
“Apakah karena kami peserta BPJS sehingga diperlakukan seperti itu? Padahal nyawa manusia tidak seharusnya diukur dari status pasien,” ujarnya.
Selain itu, Untung juga menyoroti masalah fasilitas kamar yang diterima istrinya. Ia mengaku, meskipun terdaftar sebagai peserta BPJS Kelas 1, istrinya justru ditempatkan di kamar kelas 2 dengan alasan kamar kelas 1 sedang penuh. Hanya satu hari sang istri dipindahkan ke ruang kelas 1, sebelum kemudian pada hari ke-12 diminta pulang.
“Kami peserta BPJS Kesehatan kelas 1, tapi diletakkan di kamar kelas 2. Alasannya kamar kelas 1 penuh. Kalau memang penuh, mengapa hanya satu hari bisa dipindahkan ke kelas 1, lalu besoknya langsung disuruh pulang?” ungkapnya.
Kekecewaan keluarga semakin mendalam ketika kondisi sang istri justru memburuk setelah dibawa pulang. Untung berharap agar pemerintah, khususnya Presiden dan Menteri Kesehatan, segera turun tangan menindaklanjuti dugaan pelanggaran hak pasien tersebut.
“Saya mohon agar Bapak Presiden Prabowo, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan melakukan evaluasi dan memberi sanksi kepada pihak rumah sakit jika terbukti menyalahi aturan. Kami hanya ingin keadilan dan perlakuan yang manusiawi,” tegasnya. (Red/Tim)








