lintas10.com- Melansir dari liputanoke.com Kabupaten Siak tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan defisit anggaran mencapai *Rp179,06 miliar* dalam APBD 2025, kondisi ini tidak hanya mencerminkan persoalan teknis fiskal, tetapi juga menggambarkan adanya persoalan tata kelola dan transisi politik yang belum sepenuhnya matang.
Menurut analisis dari FITRARiau.org, akar dari defisit ini dapat ditelusuri ke *tingginya ketergantungan Pemerintah Kabupaten Siak terhadap dana transfer dari pusat*, serta *lemahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)*. Hal ini membuat APBD sangat rentan terhadap dinamika fiskal nasional.
Tidak hanya itu, pemerintah daerah juga menghadapi beban *tunda bayar kegiatan tahun anggaran 2024* yang disebabkan oleh keterlambatan transfer Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat dan provinsi, dengan *kekurangan mencapai Rp229 miliar*. Sekretaris Daerah Siak, Arfan Usman, menyatakan bahwa penyelesaian tunda bayar akan menjadi prioritas di awal 2025. Namun, janji ini masih menyisakan kekhawatiran publik, terutama para pegawai yang belum menerima hak mereka Melansir dari gardaberita.com.
Dalam prinsip tata kelola yang baik, tanggung jawab pemerintahan bersifat transparan. *Sendi Suwantoro*, kader PMII Ponorogo sekaligus putra daerah Siak, menyatakan bahwa meskipun utang dan defisit bukan hasil keputusan pemimpin saat ini, tanggung jawab moral dan hukum tetap melekat pada mereka yang menjabat. “Audit memang penting, tetapi membayar hak pegawai yang sudah bekerja adalah hal yang tidak bisa ditunda,” ujarnya.
Pegawai kecil dan masyarakat tidak hidup dari proses administratif atau audit, melainkan dari penghasilan yang menjadi hak mereka. Pemerintah tidak bisa hanya berkutat pada retorika, tapi harus menaruh empati pada realitas sosial ekonomi yang dialami rakyat.