“Sedangkan masyarakat Desa Manusasi di Zone I hanya baru membersihkan lahan tersebut dari rumput dan itu pun karena aksi spontan disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan masyarakat Timor Leste sebelumnya di Zone III,” jelas Danrem 161/Wira Sakti.
Jenderal Bintang satu ini juga menjelaskan, bahwa pernyataan David Diaz Ximenes tentang pelanggaran wilayah perbatasan di Naktuka oleh masyarakat Indonesia tidak bisa di buktikan, karena justru pelanggaran tersebut secara jelas dilakukan oleh masyarakat RDTL.
Menurut Danrem 161/WS, hingga saat ini Desa Naktuka yang luasnya sekitar 1.069 hektare merupakan wilayah sengketa dan berstatus quo.
“Wilayah tersebut harus steril dari aktivitas, namun kenyataanya di sana terdapat masyarakat yang berkewarganegaraan RDTL yang tinggal dan berkebun serta berladang disana,” kata Danrem.
Bahkan, lanjut Danrem, pada bulan April 2018, di Desa Naktuka pernah dilakukan kampanye oleh satu tokoh penting dari RDTL yang dalam kampanyenya, menyatakan bahwa jika dirinya menang maka Nakthuka akan menjadi milik RDTL dan sebaliknya jika kalah maka akan menjadi bagian dari wilayah RI, hal ini sudah tidak dibenarkan secara hukum internasional.
Menurut Lulusan Akmil 1989 ini, saat pemilihan kepala negara, di Nakthuka pernah terjadi keributan antara pendukung partai dan pembakaran empat rumah warga RDTL.
Danrem 161/WA sangat menyayangkan pernyataan dari David Diaz Ximenes, karena menurutnya pernyataan tersebut justru dapat memprovokasi dan menimbulkan perpecahan masyarakat di wilayah perbatasan, yang notabenenya antar mereka masih memiliki hubungan kekerabatan keluarga.
Teguh juga meyakini bahwa konflik di wilayah ini dapat terhindar jika diselesaikan secara adat/budaya oleh mereka sendiri.