Serang, LINTAS10.COM – Mahasiswa Universitas Serang Raya dan Universitas
Islam Negeri Serang kembali menggelar diskusi Kajian Menanti Senja (KAMISAN) yang dihelat di Gama Food Center, Serang, Provinsi Banten, Kamis (20/6/2019) dengan tajuk ”Mewujudkan Semangat Persatuan dan Kesatuan Dalam Menyikapi Hasil Pemilu 2019”.
Diskusi yang berlangsung hangat ini diikuti sekira 50 mahasiswa dengan menghadirkan nara sumber dari berbagai elemen yakni dari tokoh masyarakat Banten, Embay Mulya Syarif, tokoh ulama Banten, K.H Matin Syarkowi, serta Akademiki, Sandra Permana.
Tokoh Masyarakat Banten, Embay Mulya Syarif sebagai pembicara utama mengingatkan kembali, jika Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama yang memerlukan persatuan dan kesatuan. ”Kita berkaca dari penjajahan yang terjadi, dengan memanfaatkan perpecahan akibat perbedaan yang ada,” kata Embay.
Oleh karena itu, kata Embay, sebagai generasi muda, mahasiswa harus mampu mentransfer nilai-nilai luhur dari persatuan dan kesatuan yang telah diadopsi dari para pendahulu yang digunakan untuk melawan penjajah. ”Untuk itu, permasalahan yang memicu konflik horizontal dan perpecahan harusnya bisa dicegah,” ujarnya.
Menurut Embay, perpecahan ideologi yang menimpa negara-negara di kawasan Timur Tengah sangat mungkin terjadi di Indonesia, bila masyarakatnya tidak mampu menghindari keegoisan dan ekslufisme.
“Seperti usai pesta politik Pemilu 2019, perbedaan politik yang mengerucut hingga menyebabkan kebencian saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, perlu internalisasi nilai-nilai Pancasila dan ajaran keagamaan yang baik dan benar,” tandasnya.
Sementara itu, K.H Matin Syarkowi mengatakan, sikap generasi muda dalam percaturan politik di Indonesia menjadi tumpuan masyarakat.
Menurutnya, jika generasi muda salah mengambil peran, maka arah bangsa Indonesia kedepannya membahayakan. “Untuk itu, mari kita bersama-sama menjaga negeri ini dari kepentingan sesaat. Hukum menjaga negara, sama dengan hukum menjaga orangtua kita,” pesannya.
Adapun akademisi Sandra Permana menyampaikan, bahwa Pemilu adalah ajang untuk mewujudkan kedaulatan rakyat melalui penentuan pemimpin, ajang Pemilu juga dapat menjadi media untuk mewujudkan keadilan sosial, semangat persatuan dan kesatuan yang nantinya akan bermuara pada Bhinneka Tunggal Ika.
“Untuk itu, pasca Pemilu 2019 diharapkan sudah tidak ada pembelahan masyarakat, tidak ada lagi istilah cebong dan kampret yang mengganggu keharmonisan masyarakat,” tukasnya.
Ia menambahkan, mahasiswa sebagai generasi intelektual harus mampu mencerna informasi dengan bijak dan cermat, tidak asal menerima semua informasi yang diperolehnya. “Mahasiswa memiliki peran yang sangat luas dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sebagai perantara hubungan masyarakat dengan pemerintah, bahwa mahasiswa masih diberi kepercayaan masyarakat karena dianggap bebas dari tunggangan para politikus. Jika dalam momen ini mahasiswa salah mengambil, maka pandangan masyarakat pada mahasiwa akan berubah,” pungkasnya.
Editor: Benz