Terobosan lain, lanjut Prof. Hibnu, yakni pembentukan Satuan Tugas (Satgas) 53 oleh Jaksa Agung guna mencegah dan menindak jaksa atau pegawai Kejaksaan yang melakukan perbuatan tercela atau menyalahgunakan wewenang.
“Ini juga terobosan yang patut ditiru aparat penegak hukum (APH) lainnya. Biasanya kalau ada oknum APH nakal harus menunggu laporan dulu, tetapi Satgas 53 bisa segera bertindak guna mencegah perbuatan tercela dan menindak oknum jaksa atau pegawai yang nakal,” jelasnya.
Prof. Hibnu menambahkan, terobosan besar Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah konsep keadilan restoratif (restorative justice) yang berlandaskan hati nurani. Dia menilai konsep ini fenomenal dan bisa mengubah sistem hukum di Tanah Air.
“Konsep keadilan restoratif perlu dikembangkan ke depan. Jadi tidak hanya diterapkan pada kasus-kasus kecil, tetapi bisa diterapkan juga pada kasus besar. Kejaksaan Agung bisa melihat kondisi di lapangan dan reaksi masyarakat dalam penerapan konsep ini, sehingga penegakan hukum cepat dan biaya murah,” ujarnya.
Dukung Visi Jokowi
Pendapat senada disampaikan oleh budayawan dan spiritualis Kidung Tirto Suryo Kusumo. Dia menilai, sejauh ini kinerja Kejaksaan Agung sangat memuaskan dan sejalan dengan visi Presiden Jokowi.
“Akhir-akhir ini saya melihat ada gelombang yang dimotori oleh para mafia hukum dan koruptor yang tidak ingin melihat kinerja Presiden Jokowi membanggakan. Gerakan ini harus diwaspadai karena bisa menimbulkan ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintahan,” ungkap Kidung Tirto di sela-sela perjalanan spiritualnya di Pantai Parang Gumpito Pacitan, Jawa Timur.
Dia mengajak seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa agar mendukung dan mengawal pemerintah menuntaskan masa pengabdiannya sampai dengan tahun 2024, termasuk di bidang hukum.