Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 12 ayat 1 UU No 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah diharapkan senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan.
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan daerah-daerah diseluruh Indonesia, terutama yang berkaitan langsung dengan SDM dan SDA masing-masing daerah dalam upaya menggali dan mengoptimalkan potensi-potensi masyarakat yang selama ini masih terpendam. Begitu juga adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaannya sebagai pendidikan dasar.
Oleh sebab itu, di era otonomi ini, sudah saatnya kita berpikir kritis untuk membangun sebuah masyarakat yang berpendidikan, humanis, demokratis dan berperadaban. Agar masyarakat selama ini dimarjinalkan dalam lubang berpikir yang ortodoks tidak lagi ada dalam bangunan dan tatanan masyarakat dinamis dan progesif. Maka bila hal ini bisa terwujud, masyarakat juga akan merasa bangga dengan dirinya sendiri dan pada nantinya akan respek terhadap kemajuan dan pekembangan yang terjadi dalam lingkungan sosial maupun pendidikan. Karena masyarakat telah diberikan penghargaan yang tinggi sebagai mahluk sosial dan sebagai hamba Tuhan. Sehingga pendidikan masyarakat yang mencakup seluruh komponen masyarakat dan sekolah itu dapat berjalan dengan sinergis, beriringan dan selaras sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.