Oleh karena itu, Menteri Susi menilai koordinasi antar instansi pemerintah dalam menjaga laut sangat penting. Ia juga menekankan bahwa instnasi pemerintah harus satu komando dalam mencegah kejahatan yang dapat masuk melalui laut.
“Tidak boleh berbeda-beda karena itu akan membuat pintu masuk untuk hal-hal yang tidak kita inginkan. Ada radikalisme, ada terorisme yang menjadi persoalan dunia, bukan cuma Indonesia,” tegasnya.
Melalui MoU ini, Suhardi juga meminta agar KKP dapat turut serta untuk meningkatkan keterampilan usaha perikanan kepada mantan narapidana terorisme yang tinggal di wilayah pesisir. Menurutnya, mereka harus terus dimonitor serta diberikan akses ekonomi agar tidak termotivasi untuk kembali ke jaringan radikal.
“Kami punya bu 600 lebih mantan teroris yang sudah dilepas ke masyaraka. Tentunya mereka juga jangan dimarginalkan. Mungkin kita bisa kerjasamakan pendidikan bagi mantan-mantan teroris yang hidupnya di pesisir sehingga dapat akses ekonomi,” jelasnya.
Dalam sambutannya, Menteri Susi menambahkan, agar BNPT turut memerhatikan praktek penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) yang kerap terjadi di sejumlah titik. Bukan tanpa alasan, selain merusak koral, bahan mesiu yang digunakan dalam portas/bom ikan merupakan bahan yang sama digunakan untuk merakit bom.
“Nah, ini pun saya berharap polisi dan BNPT juga masuk ke dalam situ karena mesiu yang dipakai bom untuk merusak karang dengan bom sama toh Pak?” ujarnya.
Praktek penggunaan bom ikan salah satunya didapat Menteri Susi di wilayah Makassar. “Kami sudah punya informan-informan langsung dari para pekerja dan pengusaha ikan hidup ini. Sunu dan ikan apa itu hampir 99 persen ditangkapnya bukan dengan pancing tetapidengan portas,” tambahnya.