“Kami harus akui, bahwa serapan dana sarpras dari BPDPKS, terkhusus infrastruktur jalan dan jembatan sangat minim (tujuan ke lima). Sejak berdirinya BPDPKS tahun 2015 sampai dengan Mei 2023 dana yang terkumpul dari dana Pungutan Ekspor (PE) mencapai Rp186,6 Triliun, paling ada tersalurkan Rp50M untuk jalan dan jembatan daerah penghasil sawit,” ujar Gulat.
Pembiayaan DBH sawit ke daerah, sebelumnya panjangnya prosedur pengajuan dan persyaratan yang ribet, jadi untung saja dengan DBH sawit maka realisasi sarpras jalan dan jembatan akan semakin besar dan cepat kedepannya.
Disampaikannya juga, bahwa DBH sawit tentu akan menjadi beban dari Hulu-Hilir sawit yang diambil dari dana BPDPKS dan BPDPKS mengambil uangnya melalui Pungutan ekspor (PE) yang per periode 15-31 Juli untuk BK sebesar US$33 dan PE sebesar US$85, totalnya US$118/MT CPO, atau setara Rp1.777.000.
Diketahui bahwa DBH Sawit ini berasal dari BK dan PE yang di bebankan ke TBS yang jika dikonversikan menjadi Rp350/kg TBS (tandan buah sawit) dan kami petani sawit ada disana.
“Jadi, sesungguhkan petani penghasil TBS lah pahlawannya, karena dana yang dikelola oleh BPDPKS dan BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu itu berasal dari TBS dan kami Petani sawit ada disana” kata Gulat.
APKASINDO sebagai petani juga tidak berkeberatan, karena memang sesungguhnya dalam Permentan Sarpras juga sudah ada yang Namanya pembiayaan sarana dan prasaran jalan (Sarpras), jembatan dan sarana lainnya yang diatur melalui Permentan 03 tahun 2023 junto Permentan 19 Tahun 2023.
“Mungkin Ibu Sri Mulyani menurut saya, hanya penugasan pelaksanaan Sarpras itu saja di konversikan ke dana DBH menjadi ke Kabupaten Kota dan provinsi, karena uangnya dari situ ke situ juga, yaitu dari dana sawit BPDPKS dibawah Pembinaan Dirjend Perbendaharaan Kemenkeu dan dari BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu,” jelas Gulat lebih lanjut.