Jakarta, lintas10.com– Akbar Jihad, mantan Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Siak Jakarata (HIPEMASI) 2022 – 2025 dan mantan Sekretaris PTKP Himpunan Pelajar Mahasiswa Riau Jakarta (HIPEMARI) 2022 – 2023, menyampaikan pernyataan kritis terhadap penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Palm Co PTP IV Regional II Lubuk Dalam, Akbar mengapresiasi adanya penyaluran dana TJSL sebesar Rp115 juta pada akhir 2023, namun menegaskan bahwa apresiasi semata tak cukup tanpa pengawasan dan transparansi.
Dana tersebut diketahui disalurkan untuk dua program utama: penanggulangan stunting melalui pemberian asupan gizi kepada anak-anak, serta santunan bagi anak yatim di Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak. Program itu diinisiasi perusahaan BUMN itu.
Meski menyambut baik inisiatif tersebut, Akbar menyatakan bahwa dana CSR bukan hanya urusan seremonial atau simbolik, melainkan harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik.
“Kita perlu tahu secara rinci, apakah program ini dirancang berdasarkan kebutuhan masyarakat atau hanya formalitas. Siapa penerimanya? Siapa yang merencanakan? Dan bagaimana dampaknya diukur?,” tegas Akbar dalam keterangannya di Jakarta.
Lebih jauh, Akbar menyebut bahwa ia akan mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana CSR tersebut termasuk pelaksanaan program tahun-tahun sebelumnya.
Langkah itu, menurutnya, adalah bentuk kepedulian terhadap akuntabilitas dan integritas pengelolaan dana publik yang dijalankan oleh BUMN di daerah.
Tak hanya berhenti di tataran desakan, Akbar juga menyatakan siap menggalang konsolidasi nasional bersama mahasiswa asal Riau di berbagai kota, guna menyusun kajian hukum atas implementasi dana CSR yang dijalankan oleh perusahaan negara, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit.
“CSR itu bukan dana sukarela yang bebas digunakan. Ada dasar hukum yang jelas yang harus dipatuhi oleh setiap perusahaan, terutama BUMN,” ujarnya.
Akbar merujuk pada beberapa regulasi yang menjadi dasar pengelolaan dana CSR, di antaranya:
* Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan setiap perseroan yang menjalankan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL);
* PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang TJSL, yang mengatur teknis pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh perseroan;
* UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya Pasal 88 mengenai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL);
* dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memberikan hak kepada publik untuk mengetahui penggunaan dana CSR secara rinci dan terbuka.
Dalam pandangannya, transparansi adalah kunci. Ia menyebut, tak sedikit masyarakat di daerah operasi PTPN yang belum mengetahui secara pasti bagaimana dana CSR dikucurkan, ke mana arah programnya, dan siapa penerima manfaat sebenarnya.
“Kita bicara soal dana yang seharusnya mengangkat kesejahteraan masyarakat. Kalau dikelola tertutup, itu bukan tanggung jawab sosial, itu pembodohan sosial,” tegasnya lagi.
Mengingat pernah tercatatnya pelanggaran lingkungan eks PTPN 5 ini pada 2019 lalu yakni dugaan pembuangan limbah secara sembarangan, Akbar mengingatkan bahwa integritas korporasi harus dimulai dari keseriusan menjalankan aturan dan kewajiban sosial secara utuh, bukan hanya di atas kertas.
“Kami tidak anti-investasi, tapi kami menuntut tanggung jawab. CSR harus jadi instrumen keadilan sosial, bukan alat pencitraan korporasi,” tutupnya. (R)