“Segelnya memang mudah dicopot, hanya diputar sekali saja, segel lepas. Kalau dulu, segel harus dicongkel menggunakan pisau atau obeng,” jelasnya.
Selain berat tabung berbeda, soal harga gas bersubsidi ini juga masih menjadi keluhan warga. Sebab, harga LPG 3 Kg yang mereka beli di tingkat warung pengecer mencapai Rp 28 ribu hingga Rp30 ribu.
“Kami terpaksa beli dengan harga mahal ke warung pengecer, karena kalau beli di pangkalan terbatas. Kadang, kalau pasokan LPG 3 Kg masuknya hari ini, besoknya di pangkalan sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.
Sementara itu, seorang pemerhati migas di wilayah kabupaten seruyan, di kuala pembuang, Muhamad, mengatakan, dengan terjadinya ketidaksesuaian isi tabung LPG 3 Kg ini, meminta Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Umkm (Disperindagkop umkm) Kabupaten Seruyan, segera berkoordinasi dan mengecek proses pengisian, mulai di SPBE hingga penyaluran ke agen dan pangkalan.
“Gas kosong itu beratnya 5 Kg, maka jika terisi 3 Kg menjadi 8 Kg. Karena itu, kami meminta Disperindagkop umkm, melakukan koordinasi ke lokasi SPBE swasta yang selama ini berfungsi sebagai tempat pengisian tabung LPG 3 Kg, 5,5 kg dan 12 Kg. Selain itu, kami berharap pihak pemerintah daerah bisa menindak dengan tegas pelaku yang telah merugikan masyarakat ini,” tegas Muhamad.
“Terpenting adalah Pemkab harus memvalidasi ulang data warga pengguna gas bersubsidi tiap tahun. Karena data kuota yang disalurkan dengan jumlah warga pemakai LPG 3 Kg tidak sama, jadi perlu ada pengendalian,” tambah Muhamad.
Untuk itu, kepada masyarakat Kabupaten Seruyan mengingatkan agar lebih pro aktif dalam memilih tabung gas. Selain itu masyarakat dihimbau dalam memilih produk haruslah yang telah lulus standar nasional Indonesia (SNI).(Fathul Ridhoni)