Siak, lintas10.com- Sejumlah oknum dosen di Kabupaten Siak, Riau, diduga melarang mahasiswa melakukan aksi damai yang digelar di depan Kantor Bupati dan Gedung DPRD setempat. Tindakan ini menuai kritik keras dari kalangan mahasiswa, yang menilai larangan tersebut sebagai bentuk pembungkaman suara kritis di lingkungan akademik.
Riyan Azhari, salah satu mahasiswa yang turut menyuarakan penolakan, menyebut pelarangan itu sebagai “pengkhianatan intelektual”. Ia menegaskan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang terbuka untuk berpikir kritis dan menyampaikan pendapat, bukan justru mematikan semangat mahasiswa untuk bersuara.
“Ketika kampus membungkam mahasiswanya, maka matilah fungsi kampus sebagai pusat peradaban,” ujar Riyan.
Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjamin hak mahasiswa untuk berekspresi dan berorganisasi. Selain itu, UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) juga secara tegas menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Menurutnya, aksi damai yang dilakukan mahasiswa merupakan bagian sah dari proses pendidikan. “Pendidikan bukan hanya soal ceramah dan hafalan teori. Ia juga soal pembentukan karakter, kesadaran sosial, dan keberanian menyuarakan kebenaran,” tambah Riyan.
Riyan mengingatkan bahwa perguruan tinggi semestinya menjadi benteng nilai-nilai kebebasan akademik, bukan tempat yang membungkam semangat intelektualisme.
“Kampus harus bercermin. Apakah ia masih menjadi tempat lahirnya pemikir progresif, atau sekadar pabrik gelar tanpa nalar kritis?,” pungkasnya. (F)