Untuk memudahkan pengendalian, terlebih lagi rumah dinasnya juga rusak terdampak gempa, maka ia memutuskan bersama keluarga tidur di tenda yang didirikan di lapangan apel Kodim, bersama dengan keluarga anak buahnya yang juga mengungsi.
“Guna memastikan distribusi bantuan secara tepat dan merata, kita lakukan door to door. Kita panggil dan datangkan Lurah, RT, ketua-ketua kelompok pengungsi, lalu bersama-sama bagikan kepada warga,” ujar Made.
Ia juga meyakini bahwa kerja anggotanya telah maksimal. Hal ini bisa dilihat dari intensitas kerjanya yang tidak hanya siang hari saja namun juga masih berlanjut di malam hari.
Senada dengan yang disampaikan Dandim, Kopral Dua (Kopda) Basri, Babinsa Kelurahan Lasoani mengatakan, saat terjadi gempa, ia menyelamatkan diri dan keluarganya, bersama-sama warga masyarakat.
“Pada hari kejadian itu, saya hanya bisa berusaha menyelamatkan keluarga. Baru pada hari berikutnya, sebagai Babinsa, saya berkoordinasi dengan aparat kelurahan,” ujar Basri
Menurutnya, mereka bertahan menggunakan logsitik seadanya selama dua hari setelah gempa dan tsunami.
“Memasuki hari ketiga, bantuan mulai masuk dan segera kita koordinasikan dengan aparat desa untuk mendata dan mendistribusi bantuan agar merata,” tutur Basir.
Menurutnya, meski telah maksimal namun hingga kini masyarakat masih mengalami kekurangan bantuan.
“Menurut saya wajar karena kondisi terbatas dan ditambah trauma. Yang penting sebagai aparat kewilayahan, kita berbuat yang terbaik, tulus dan ikhlas,” pungkas Basri.
Editor : Benz