Oleh karena itu, Achmad Solechan berpesan kepada para santri untuk selalu cinta tanah air dan tidak mudah terpancing dengan isu-isu SARA.
“Harapan kami, edukasi tentang aswaja dan NKRI akan terus diselenggarakan di pesantren-pesantren yang ada di Depok. Hal itu penting untuk mengajarkan kepada santri tentang hubbul wathan,” kata Kyai Achmad Solechan.
Sementara itu, Kunto Nugroho, Analis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan, bahwa radikalisme merupakan awal mula terjadinya tindakan berideologi negatif seperti ektrimisme dan terorisme, dan berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2016 hingga 2017, bahwa anak remaja di usia sekolah dan anak muda sangat rentan terkena ideologisasi negatif.
“Sangat tepat diadakan acara ini untuk para santri agar sejak dini mereka mengetahui apa itu radikalisme, dan bagaimana menyikapi agar tidak terjebak didalamnya. Para santri sangat penting bagaimana mengimplementasikan toleransi dalam kehidupan sehari-hari,” kata Kunto.
Kunto memaparkan tentang data-data dan penyebab terorisme yang terjadi di Indonesia. Media sosial menjadi sorotan utama penyebaran paham radikalisme. Beberapa kasus bom yang terjadi di Indonesia, ternyata disebabkan oleh proses radikalisasi yang terjadi di media sosial facebook.
Ia mencontohkan salah satu kasus, kata Kunto, pada kejadian baru-baru ini pengeboman di Surabaya dan Mojokerto menunjukkan bahwa pelakunya telah diradikalisasi dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, yakni sekitar 4 hingga 6 bulan saja. “Dalam kurun waktu yang singkat, mereka bisa radikal dan akhirnya menjadi berjiwa ekstremis,” kata Kunto.
Ketua Umum PMII Cabang Kota Depok, Ahmad Luthfi menyambut baik diselenggarakannya kegiatan dan akan berkomitmen untuk meneruskan program penguatan kebangsaan dan nasionalisme di pesantren-pesantren di Kota Depok.