Para pelaku teror menurut pihak kepolisian terindikasi sebagai sel-sel kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) atau Jamaah Ansharut Tauhid yang merupakan kelompok teroris sel ISIS di Indonesia. Selama ini, mereka mengklaim bahwa kegiatan yang mereka lakukan berjihad atas nama agama, mereka menyebut semua pihak yang diserang adalah sebagai kaum kafir. Tak cuma membunuh, kelompok ini juga sering melakukan propaganda seolah-olah apa yang mereka lakukan ada dalam ajaran agama Islam. Padahal, paham yang mereka anut bertolak belakang dengan ajaran Islam yang sebenarnya, Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan keadilan, islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin.
Kegiatan teroris di Indonesia saat ini sudah terlihat sangat nyata, terstruktur mereka terus bergerak membuat jaring dan sel-sel baru dengan merekrut anak-anak muda sebagai anggota. Mereka mendoktrin siap mati membela agama dengan dasar dalil-dalil yang disalah artikan, membenarkan kekerasan, menyerang membabi buta bahkan tidak ragu-ragu mengorbankan sanak keluarga dalam mencapai tujuan perjuangannya. Kalau hal ini tidak segera ditangani dengan tuntas maka dampaknya akan mengancam kerukunan antar umat beragama dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Dengan berkembangnya aksi terorisme di Indonesia yang semakin komplek tersebut aparat penegak hukum perlu miliki kewenangan yang cukup jelas, sehingga bisa mendeteksi, mencegah dan menggagalkan serangan teroris sejak dini. Kewenangan penindakan terhadap aksi terorisme tidak bisa dibebankan pada Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja namun perlu peran serta seluruh komponen bangsa termasuk TNI.
Terkait pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme, perlu adanya payung hukum yang jelas, revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang saat ini dibahas oleh DPR harus mengatur dengan jelas wewenang TNI agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya di lapangan.