Rahimandani yang berlumuran darah kemudian kembali ke rumahnya dan dilarikan ke rumah sakit.
Awalnya, pihak Kepolisian Daerah Bengkulu terlihat bersemangat menuntaskan kasus ini. Tetapi setelah berlangsung beberapa bulan kasus ini membeku. Sampai kini.
Teguh juga mengatakan, pihaknya kecewa dengan sikap Dewan Pers yang tidak memberikan perhatian serius untuk mendorong penuntasan kasus ini.
Bahkan sempat ada anggota Dewan Pers yang mengatakan kasus yang menimpa Rahimandani bukan kasus kekerasan terhadap pers karena yang menjadi korban bukan wartawan yang bekerja di lapangan.
Belakangan, Dewan Pers berjanji memperluas defini kekerasan terhadap masyarakat pers meliputi kekerasan terhadap wartawan dan pemilik perusahaan pers.
“Tapi sampai sekarang tidak ada ketegasan Dewan Pers terhadap kasus ini. Sementara pihak Kepolisian masih menggantungnya,” ujar Teguh prihatin.
Teguh mengajak masyarakat pers internasional memberikan dukungan pada pengungkapan kasus ini.
Teguh mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menggalang awarness campaign untuk membawa kasus ini ke level internasional.
“Kita tidak boleh membiarkan kasus-kasus seperti ini berlalu begitu saja. Khususnya bagi sahabat kami, dia hidup dengan perasaan terteror setiap hari karena pihak yang hendak membunuhnya belum diketahui dan masih berkeliaran,” demikian Teguh. (Rls)